Film
The New Rules of The World yang diterbitkan tahun 2002 merupakan karya seorang
jurnalis terkemuka dunia berkebangsaan Australia yng bekerja di Inggris bernama
John Pilger. Dalam film tersebut John Pilger beserta kru-kru nya bersaha
mengungkapsisi sebenarnya Globalisasi.
Globalisasi
yang terjadi sebenarnya saat ini adalah Sekelompok kecil orang-orang yang
berkuasa ternyata lebih kaya dibandingkan dengan keseluruhan jumlah penduduk
dibenua afrika. Hanya dengan 200 perusahaan, seperempat kegiatan ekonomi dunia
sudah dapat dikuasai.
Film
ini menceritakan penguasa baru dunia, khusus sebuah negara “Indonesia” ,
Indonesia adalah sebuah negara dimana imperialisme yang baru, sebuah negara
yang kaya dengan sumber daya alam yang melimpah, seperti Tembaga dan emas,
minyak, kayu, keahlian dan SDM nya. Indonesia pernah dijajah oleh Belanda di
abad-16, Kekayaan alam Indonesia dirampas oleh Barat selama beratus-ratus tahun
lamanya.
Seorang
Environmentalis bernama George Monbiot, Mengatakan Menurut para penganutnya
hanya Globalisasi yang mampu menyatukan manusia dari segala ras diseluruh
negara dan (Menurut mereka) ia dapat mengurangi kemiskinan, Globalisasi dapat
menciptakan kekayaan secara merata. Apa yang sesungguhnya terjadi didepan mata
kita adalah justru yang terjadi adalah sebaliknya, yang miskin semakin miskin,
Sementara yang kaya menjadi luar biasa kaya.
Di
Indonesia, 70 juta orang hidup dalam kondisi teramat miskin. Terdapat kenyataan
buruk yang tersembunyi, Sisi dari “Keberhasilan ekonomi” yang tidak
diberitakan, seperti tempat tinggal para buruh yang memproduksi merek-merek
terkenal yang biasa kita beli dipusat-pusat perbelanjaan. Kehidupan seperti
inilah yang harus dijalani demi Sepatu bermerek, Pakaian bagus, dan Celana
jeans dengan label “Made In Indonesia”.
Keadaan
disini Indonesia tidaklah berbeda dengan keadaan tempat tinggal para pekerja
dibelahan dunia (Di Asia, Afrika, Amerika Latin, dimana merek-merek terkenal
diproduksi dengan murah, demi keuntungan pasar-pasar di Barat).
Pabrik-pabrik
yang tampak modern tapi didalamnya kita akan melihat tampak wajah-wajah mereka
(Buruh-buruh) yang kelelahan, Pabrik-pabrik tersebut milik Taiwan dan Korea
yang memperkerjakan buruh murah untuk mempoduksi merek terkenal seperti “Nike,
Raebok dan Adidas, terlihat sebuah merek terkenal yaitu GAP. Di pabrik tersebut
terdapat lebih dari 1000 orang kebanyakan perempuan muda, yang bekerja dalam
keadaan penuh sesak dibawah lampu neon bersuhu 40 Derajat Celcius, satu-satunya
ruangan ber-AC berada dilantai atas untuk para BOS. Jam kerja para Buruh pun
bervariasi dan malah tambah bertambah drastis saat ada pesanan mendadak untuk
ekspor.
Salah
satu pabrik yang membuat Celana petinju yang dijual di London dengan seharga
Rp.112.000, dan dari harga Rp.112.000, seorang buruh Indonesia hanya memperoleh
Rp.1500, persis seperti Sepatu Olahrga
yang harganya dijual Rp.1.400.000, dan dari harga Rp.1400.000, seorang
buruh Indonesia hanya memperoleh Rp.5000. Mereka para buruh pun terkejut saat
mengetahui ternyata dalam satu celana ini dapat menguntungkan perusahaan begitu
banyak, apalagi Ribuan celana, Dalam sehari Mereka para buruh harus
menghasilkan Minimal 3000 Celana.
Barry
Coantes dari Gerakan Pembangunan Dunia mengatakan Hal yang dapat kita lakukan
untuk memperbaiki kondisi masyarakat negara dunia ketiga adalah Pada saat kita
berbelanja, tanyalah tokonya “Dibuat dimanakah produk itu?”, “Kondisi kerjanya
bagaimana?”, Tulislah surat ke perusahaan dan katakan jika anda ingin kepastian
bahwa produk itu berhasil dari pabrik yang memperlakukan para buruhnyag hak
buruh membentuk organisasi. Inilah cara yang paling sederhana yaitu bersikap
sebagai konsumen yang terinformasi.
Globalisasi
diasia memiliki sejarah gelap, Pabrik, Bank-bank besar dan hotel mewah di
Indonesia dibangun berkat pembunuhan massal 1 juta manusia, Peristiwa yang
lebih suka dilupakan oleh Barat, yang sampai saat ini fakta tragedi itu masih
tetap gelap. Setahun setelah peristiwa berdarah itu perekonomian Indonesia
dibentuk menurut model Amerika guna mempermudah Barat menguasai sumber media
massa Amerika tidak memberitakan tragedi itu sebagai Kejahatan kemanusiaan,
tapi demi keuntungan ekonomi barat.
Departemen
Amerika Serikat dikuasai Bank Dunia dan IMF, Dua lembaga ini adalah agen-agen
negara-negara terkaya dimuka bumi ini khususnya Amerika Serikat. IMF dan Bank
Dunia dibentuk menjelang akhir PD II, untuk membangun kembali perekonomian
Eropa, kemudian dua lembaga itu mulai meminjami uang untuk negara miskin,
dengan syarat dibiarkan memasuki ekonomi negara tersebut dan perusahaan barat
dibolehkan mengolah bahan mentah dan pasar dinegara tersebut.
Seorang
penulis “A Fate Worse Than Dept” bernama Dr. Susan George Menjelaskan perbedaan
antara Tanzania dan Goldman Sachs, Tanzania adalah sebuah negara yang memiliki
tingkat pendapatan nasional sebesar $2,2 Milyar dengan jumlah penduduk 25 juta
manusia, dan Goldman Sachs adalah perusahaan penanaman modal yang keuntungannya
$2.2 Milyar per tahun dengan rekan bisnis bejrumlah 161, itulah dunia yang kita
diami satt ini.
Bank
Dunia mengatakan bahwa tujuannya adalah membantu masyarakat miskin dengan
mempromosikan “Pembangunan Global”, dengan sistem yang sebenarnya sederhana
yaitu “sebuah bentuk Sosialisme bagi si kaya dan Kapitalisme bagi si miskin”.
Kaum kaya menjadi luar biasa kaya dari hutang buruh murah dan menghindari
pajak, sementara kaum miskin semakin miskin karena pekerjaan dan layanan publik
dicabut untuk membayar bunga pinjaman pemerintah kepada Bank Dunia.
Di
indonesia yang rakyatnya miskin karena korupsi pejabat kaya sudah terlalu
parah. Dokumen internal Bank Dunia membenarkan bahwa sepertiga pinjaman Bank
untuk Diktator Soeharto masuk ke kantong kroni dan pejabat korup-nya, Totalnya
Rp.80 Trilyun.
Globalisasi
berarti odal uang besar yang dapat dipindahkan kemana dan dan kapan saja dengan
aman. Tahun 1998, Modal jangka pendek tiba-tiba berpindah keasia dan hanya dala
semalam mampu melumpuhkan Ekonomi Asia.
Seiring
dengan Krisis Ekonomi, Indonesia nyaris terjadi Revolusi, Soeharto dipaksa
mundur setelah puluhan tahun berhasil mencuri uang Rp.150 Trilyun, Setelah
lebih dari 30 Tahun Berkuasa, Soeharto membagikan hasil rampasannya untuk
keluarga dan kroninya semua jaringan kekuasaan nasional dimiliki mereka, Mulai
dari stasiun televisi hingga monopoli angkutan taxi. Bermobil dan bandara
Jakarta kita bahkan harus membayar bea jalan tol kepada anak perempuan Soeharto.
Bank digambarkan sebagai agen pembangunan
ekonomi yang memfokuskan diri pada pengurangan kemiskinan, sebenarnya Bank yang
beroperasi selama perang dingin adalah sebuah lembaga yang mengumpulkan
penghasilan rakyat kepada rejim otoriter di negara dunia ketiga yang mendukung
Barat dalam perang dingin.
Suatu ironi jika Barat yang selama perang
dingin mengklaim memperjuangkan Demokrasi dan membela kebebasan, namun
kenyataannya menyokong kediktatoran seperti di Indonesia dan juga diseluruh
didunia.
Setiap hari lebih 1 Trilyun Rupiah disetor
negara miskin diseluruh dunia ke negara kaya dalam bentuk pembayaran hutang.
Keluarga miskin yang harus melunasi hutang besar Indonesia. Baru-baru ini
syarat diberikan pinjaman IMF untuk pemerintah adalah pemotongan subsidi
minyak, bahan makanan dan listrik.
Seorang Wakil Direktur IMF bernama Stanley
Fischer Mengatakan Cara mengurangi kemiskinan bukanlah penghapusan hutang,
tetapi kebijakan pemerintahnya sendiri, apakah mereka memberikan pendidikan
kepada orang miskin?, apakah kesehatan mereka diperhatikan?, dan kebijakan
ekonomi macam apa yang pemerintah coba terapkan?, Apakah pemerintah mengikuti
ekonomi dunia atau malah ekonomi korup?, Hal-hal pokok seperti itulah yang
menujukan seberapa baikkah negara tersebut. Itulah jawaban terhadap faktor
penentu yang bisa menghilangkan kemiskinan. Penghapusan hutang adalah suatu
cara agar negara miskin punya pendapatan. Namun yang ingin coba dilihat adalah aliran
modal besar kepada negara miskin dan melihat pasar investor terbuka lebar. Hal
itulah yang dapat menghilangkan kemiskinan. Pandangan bahwa penghapusan hutang
adalah satu-satunya cara yang dapat menghilangkan kemiskinan adalah keliru.
Investasi lah yang jusru membantu pemerintah meningkatkan Ekonomi terbuka.
Seorang Environmentalis bernama Dr.Vandana
Shiva Mengatakan “Rakyat sudah mengetahui bahwa perusahaan dan para adikuasa
makin gencar melakukan propaganda yang tidak benar. Sekarang ini rakyat dapat
melihatnya dengan jelas, Rakyat tidak percaya lagi dengan janji-janji dan
rakyat mulai tidak simpati. Dan rakyat mulai menyerukan bahwa pemerintahan yang
hanya melindungi Pepsi,Coke, dan McDonald bukanlah Pemerintahan untuk rakyat”.