Jumat, 10 Februari 2017

SISTEM POLITIK DAN UNSUR-UNSUR SISTEM POLITIK


A.    Definisi Sistem Politik
Menurut David Eston dalam A System Analysis Of Political Life, mengatakan bahwa  “Sistem politik adalah keseluruhan dari interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat”.[1]
Sistem politik, yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang berfungsi di bidang politik, yang kegiatanya menyangkut penentuan kebijakan umum (public policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang menyangkut kehidupan negara dan pemerintah. Selanjutnya, berinteraksi berdasarkan proses-proses (proses saling pengaruh-mempengaruhi ) yang dapat diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Dengan demikian, cakupan studi sistem politik itu pada dasarnya menunjuk kepada seluruh lingkup aktivitas politik, yaitu membahas hubungan dan interaksi antara lembaga-lembaga (supra struktur politik: legislatif, eksekutif, yudikatif dan infra struktur politik, partai politik kelompokan kepentingan , kelompok penekan, alat komunikasi politik, tokoh politik) yang menjadi objek bahasannya dalam kegiatan atau usaha lembaga-lembaga tersebut melaksanakan fungsi-fungsinya untuk menghasilkan output (misalnya dalam bentuk peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan) dari input (sekian alternatif yang ada yang berasal dari inspirasi rakyat ataupun dari luar sistem itu sendiri) agar dapat dicapai tujuan sistem itu.[2]
Oleh G.A Almond dan G. Bingham Powell, jr, Sistem Politik dikatagorikan sebagai usaha untuk mengadakan pencariian kearah 1.Lingkup yang lebih luas, 2.Realisme, 3.Persisi, 4.Ketertiban dalam teori politik agar hubungan yang terputus antara Comparative Government dengan political theory dapat ditata kembali (G.A Almondi)
B.     Unsur-unsur Sistem Politik
Almond dan Powell, menguraikan bahwa pengetian dan pendekatan sistem politik dapat digolongkan dalam 3 Unsur yaitu:
1.      Pendekatan Tradisional
Adalah pendekatan sistem politik yang memandang lembaga pemerintahan, kekuasaan dan keyakinan politik sebagai dasar analisis sistem politik.
Pendekatan ini memiliki asumsi bahwa:
a.       Kerangka perbandingan sistem bersifat sempit, dalam arti lebih cenderung dipengaruhi oleh konsep hukum, ideologi, dan lembaga pemerintah
b.      Memfokuskan perhatian padapembentukan lembaga (struktur politik), kekuasaan, dan keyakinan politik
c.       Tokoh dalam pendekatan ini adalah antara lain, Leo Strauss dan John Hallowell. Tokoh ini menentang pendekatan Behavioralis (perilaku). Alasannya karena terlalu lepas dari nilai dan tidak menjawab pertanyaan “Sistem politik apakah yang paling baik atau masyarakat yang bagaimanakah yang sebaiknya dituju?”
d.      Tokoh ini juga memiliki anggapan bahwa pendekatan perilaku (behavioralis) tidak relevan dengan politik praktis dan menutup mata terhadap masalah sosial yang ada
e.       Pendekatan ini berpedoman pada nilai dan norma serta tradisi ang berlaku dimasyarakat (bersifat pragmatis dan domatis)
f.        Mengacu pada filsafat (das sollen)
g.      Mengacu pada ilmu terapan (praktis)
h.      Konsep pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sejarah dan hukum (histories dan yuridis)
i.        Analisi lebih banyak mengacu pada metode kualitatif.[3]
2.      Pendekatan Behavioralisme (Pendekatan Perilaku)
Pendekatan ini adalah pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh sistem analisis behavioralis (sistem analisi perilaku). Dalam arti unit analisisnya lebih didasarkan pada pernyataan, sikap dan perilaku individu, organisasi dan lembaga pemerintahan yang sedang berjalan.
Pendekatan ini lebih bertitik tolak pada teori sistem, yaitu dengan mengikutsertakan kenyataan (termasuk kenyataan lingkungan). Pengaruh sarjana-sarjana seperti, Max Weber, Talcott Parsons, menumbuhkan suatu cara pendekatan baru yang berusaha menguraikan, menjelaskan dan membuktikan macam-macam fenomena politik atas dasar susunan pengetahuan yang lebih “dirasakan” ilmiah dan teratur.
Sejarah dan prinsip timbulnya pendekatan ini adalah:
a.       Pendekatan ini timbul pada pasca perang dunia II (pada dekade tahun 1950-an)
b.      Pendekatan ini merupakan gerakan pembaharuan dalam ilmu politik
c.       Sistem analisis dalam pendekatan ini adalah Structural And Functional Analysis (G.A. Almond). Artinya pendekatan ini adalah pendekatan yang mengacu pada struktur dan fungsi suatu lembaga pemerintah dan masyarakat dengan berpedoman pada realitas, fakta yang sedang terjadi.
d.      Pendekatan ini menfokuskan perhatian pada “Analisa tingkah laku politik” dan “bukan pada lembaga, kekuasaan, dan keyakinan politik”.
e.       Pendekatan ini berpedoman pada fakta yang berlaku di masyarakat (bersifat struktur dan fungsi)
f.        Mengacu pada penelitian empiris (das sain)
g.      Mengacu pada ilmu murni (teoritis)
h.      Konsep pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sosiologis dan psikologis
i.        Analisis lebih banyak mengacu pada metode kuantitatif
j.        Pendektan perilaku memiliki arah studi yang lebih cenderung bersifat luas, yaitu mengupas soal struktur dan fungsi (proses politik)dalam pembuatan kebijaksanaan (policy making)[4]
3.      Pendekatan Pasca perilaku (Post Behavioralis)
Pendekatan ini adalah pendekatan yang memiliki anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif. Selanjutnya dianggap bahwa pendekatan-pendekatan kelakuan, struktual, fungsional dan analisa sistem dalam menekuni mencari dasar ilmu pengetahuan yang empiris, kurang memperhatikan faktor penglihatan kedepan(vision) dan daya khayal (imagination) yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah sosial politik yang gawat dan perlu dengan segera di atasi.
Prinsip-prinsip yang utama dalam pendekatan post behavioralisme (pasca perilaku) ini dalah:
a.       Pendekatan ini timbul pada dekade tahun 1960-an dan mencapai puncaknya pada kahir 1960-an ketika terjadi perang Vietnam.
b.      Fokus utama pendekatan ini adalah lebih bersifat proaktif, kreatif , imagination dan vision.
c.       Pendekatan ini memiliki tujuan “ ingin mengubah pendidikan dan metode penelitian ilmu politik menjadi ilmu pengetahuan yang murni (eksakta) dan metode kuantitatif.
d.      Mengutamakan penelitian yang bersifat korelatif dari pada penelitian yang cermat.
e.       Menginginkan ilmu politik tidak kehilangan kontak dengan realitas sosial, bahkan ilmu politik merasa harus melibatkan diri dalam usaha mengatasi krisis yang dihadapi manusia. Menginginkan nilai sebagai fokus penelitian ilmu politik. [5]



[1] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai, Yogyakarta, 2007, hlm. 8.
[2] Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm. 17.
[3] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai, Yogyakarta, 2007, hlm. 68.
[4] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai, Yogyakarta, 2007, hlm. 69.
[5] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai, Yogyakarta, 2007, hlm. 70