A.
Definisi Sistem Politik
Menurut
David Eston dalam A System Analysis Of Political Life, mengatakan bahwa “Sistem politik adalah keseluruhan dari
interaksi-interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara autoritatif
(berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat”.[1]
Sistem
politik, yaitu suatu keseluruhan komponen-komponen atau lembaga-lembaga yang
berfungsi di bidang politik, yang kegiatanya menyangkut penentuan kebijakan umum
(public policies) dan bagaimana kebijakan itu dilaksanakan, yaitu hal-hal yang
menyangkut kehidupan negara dan pemerintah. Selanjutnya, berinteraksi
berdasarkan proses-proses (proses saling pengaruh-mempengaruhi ) yang dapat
diramalkan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Dengan
demikian, cakupan studi sistem politik itu pada dasarnya menunjuk kepada
seluruh lingkup aktivitas politik, yaitu membahas hubungan dan interaksi antara
lembaga-lembaga (supra struktur politik: legislatif, eksekutif, yudikatif dan
infra struktur politik, partai politik kelompokan kepentingan , kelompok
penekan, alat komunikasi politik, tokoh politik) yang menjadi objek bahasannya
dalam kegiatan atau usaha lembaga-lembaga tersebut melaksanakan
fungsi-fungsinya untuk menghasilkan output (misalnya dalam bentuk
peraturan-peraturan atau kebijakan-kebijakan) dari input (sekian alternatif
yang ada yang berasal dari inspirasi rakyat ataupun dari luar sistem itu
sendiri) agar dapat dicapai tujuan sistem itu.[2]
Oleh
G.A Almond dan G. Bingham Powell, jr, Sistem Politik dikatagorikan sebagai
usaha untuk mengadakan pencariian kearah 1.Lingkup yang lebih luas, 2.Realisme,
3.Persisi, 4.Ketertiban dalam teori politik agar hubungan yang terputus antara
Comparative Government dengan political theory dapat ditata kembali (G.A
Almondi)
B. Unsur-unsur
Sistem Politik
Almond
dan Powell, menguraikan bahwa pengetian dan pendekatan sistem politik dapat
digolongkan dalam 3 Unsur yaitu:
1. Pendekatan
Tradisional
Adalah
pendekatan sistem politik yang memandang lembaga pemerintahan, kekuasaan dan
keyakinan politik sebagai dasar analisis sistem politik.
Pendekatan ini memiliki
asumsi bahwa:
a. Kerangka
perbandingan sistem bersifat sempit, dalam arti lebih cenderung dipengaruhi
oleh konsep hukum, ideologi, dan lembaga pemerintah
b. Memfokuskan
perhatian padapembentukan lembaga (struktur politik), kekuasaan, dan keyakinan
politik
c. Tokoh
dalam pendekatan ini adalah antara lain, Leo Strauss dan John Hallowell. Tokoh
ini menentang pendekatan Behavioralis (perilaku). Alasannya karena terlalu
lepas dari nilai dan tidak menjawab pertanyaan “Sistem politik apakah yang
paling baik atau masyarakat yang bagaimanakah yang sebaiknya dituju?”
d. Tokoh
ini juga memiliki anggapan bahwa pendekatan perilaku (behavioralis) tidak
relevan dengan politik praktis dan menutup mata terhadap masalah sosial yang
ada
e. Pendekatan
ini berpedoman pada nilai dan norma serta tradisi ang berlaku dimasyarakat
(bersifat pragmatis dan domatis)
f.
Mengacu pada filsafat (das sollen)
g. Mengacu
pada ilmu terapan (praktis)
h. Konsep
pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sejarah dan hukum (histories dan
yuridis)
i.
Analisi lebih banyak mengacu pada metode
kualitatif.[3]
2. Pendekatan
Behavioralisme (Pendekatan Perilaku)
Pendekatan
ini adalah pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh sistem analisis behavioralis
(sistem analisi perilaku). Dalam arti unit analisisnya lebih didasarkan pada
pernyataan, sikap dan perilaku individu, organisasi dan lembaga pemerintahan
yang sedang berjalan.
Pendekatan
ini lebih bertitik tolak pada teori sistem, yaitu dengan mengikutsertakan
kenyataan (termasuk kenyataan lingkungan). Pengaruh sarjana-sarjana seperti,
Max Weber, Talcott Parsons, menumbuhkan suatu cara pendekatan baru yang
berusaha menguraikan, menjelaskan dan membuktikan macam-macam fenomena politik
atas dasar susunan pengetahuan yang lebih “dirasakan” ilmiah dan teratur.
Sejarah
dan prinsip timbulnya pendekatan ini adalah:
a. Pendekatan
ini timbul pada pasca perang dunia II (pada dekade tahun 1950-an)
b. Pendekatan
ini merupakan gerakan pembaharuan dalam ilmu politik
c. Sistem
analisis dalam pendekatan ini adalah Structural
And Functional Analysis (G.A. Almond). Artinya pendekatan ini adalah
pendekatan yang mengacu pada struktur dan fungsi suatu lembaga pemerintah dan
masyarakat dengan berpedoman pada realitas, fakta yang sedang terjadi.
d. Pendekatan
ini menfokuskan perhatian pada “Analisa tingkah laku politik” dan “bukan pada
lembaga, kekuasaan, dan keyakinan politik”.
e. Pendekatan
ini berpedoman pada fakta yang berlaku di masyarakat (bersifat struktur dan fungsi)
f.
Mengacu pada penelitian empiris (das sain)
g. Mengacu
pada ilmu murni (teoritis)
h. Konsep
pemikiran lebih banyak dipengaruhi oleh konsep sosiologis dan psikologis
i.
Analisis lebih banyak mengacu pada metode
kuantitatif
j.
Pendektan perilaku memiliki arah studi
yang lebih cenderung bersifat luas, yaitu mengupas soal struktur dan fungsi
(proses politik)dalam pembuatan kebijaksanaan (policy making)[4]
3. Pendekatan
Pasca perilaku (Post Behavioralis)
Pendekatan
ini adalah pendekatan yang memiliki anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang
kreatif. Selanjutnya dianggap bahwa pendekatan-pendekatan kelakuan, struktual,
fungsional dan analisa sistem dalam menekuni mencari dasar ilmu pengetahuan
yang empiris, kurang memperhatikan faktor penglihatan kedepan(vision) dan daya
khayal (imagination) yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah-masalah sosial
politik yang gawat dan perlu dengan segera di atasi.
Prinsip-prinsip
yang utama dalam pendekatan post behavioralisme (pasca perilaku) ini dalah:
a. Pendekatan
ini timbul pada dekade tahun 1960-an dan mencapai puncaknya pada kahir 1960-an
ketika terjadi perang Vietnam.
b. Fokus
utama pendekatan ini adalah lebih bersifat proaktif, kreatif , imagination dan
vision.
c. Pendekatan
ini memiliki tujuan “ ingin mengubah pendidikan dan metode penelitian ilmu
politik menjadi ilmu pengetahuan yang murni (eksakta) dan metode kuantitatif.
d. Mengutamakan
penelitian yang bersifat korelatif dari pada penelitian yang cermat.
e. Menginginkan
ilmu politik tidak kehilangan kontak dengan realitas sosial, bahkan ilmu
politik merasa harus melibatkan diri dalam usaha mengatasi krisis yang dihadapi
manusia. Menginginkan nilai sebagai fokus penelitian ilmu politik. [5]
[1] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai,
Yogyakarta, 2007, hlm. 8.
[2] Beddy Iriawan Maksudi, Sistem Politik Indonesia, Rajawali Pers,
Jakarta, 2012, hlm. 17.
[3] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai, Yogyakarta, 2007, hlm. 68.
[4] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai,
Yogyakarta, 2007, hlm. 69.
[5] A. Rahman H,I, Sistem Politik Indonesia, Graha Permai,
Yogyakarta, 2007, hlm. 70